Jangan Menjual Tanah Untuk Biaya Pendidikan
Jangan Menjual Tanah Untuk Biaya Pendidikan |
Beberapa hari lalu saya sempat mendengar cerita dari teman saya yang gagal mendapatkan pekerjaan sampai saat ini. Ia mengisahkan dulu ia harus menjual tanah orangtua untuk membiyai pendidikannya di luar kota. Setelah ia mendapatkan gelar sarjananya, sayangnya harapan menjadi karyawan di perusahaan swasta tidaklah semudah bayangannya saat ia pertama kali menginjak kakinya di Universitas tersebut. Akhirnya ia memutuskan memulai karirnya sebagai pedagang.
Menjual tanah untuk biaya
pendidikan terkesan sangat rasional. Bayangkan ketika kamu lulus, nantinya akan
menjadi orang sukses, memakai dasi dan baju rapi setiap harinya, menjadi
karyawan diperusahaan dengan bayaran tinggi, bahkan tak aneh jika deretan mobil
dan rumah mewah menanti di masa depan.
Yang harus disadari
adalah dunia saat ini bukanlah dunia 30 atau 40 tahun yang lalu dimana orangtua
anda hidup dan melamar pekerjaan. Jika dulu setiap lulusan universitas kecil
sekali kemungkinan tidak mendapat pekerjaan tetapi saat ini sangatlah beda
ceritanya.
Ada beberapa fakta yang
harus kamu ketahui bagaimana dunia sekarang berjalan. Dan dibawah ini saya akan
menjelaskan kenapa menjual tanah untuk biaya pendidikan bukanlah suatu yang
masuk akal.
Pertama,
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per februari 2022, ada 14 persen lulusan
Universitas setara S1 menganggur. Dan setiap tahunnya lebih dari 1,7 Juta
mahasiswa diwisudakan.
Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan pekerjaan. Artinya pengangguran adalah mereka yang memiliki tenaga dan skill tetapi tidak tersalurkan dalam dunia produksi.
Pencari kerja lintas usia. |
Dan seandainya lulusan universitas mendapat pekerjaan, kita juga susah memastikan berapa persen dari mereka yang bekerja menerima gaji sesuai UMP (Upah Minimum Provinsi)/ UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dan berapa persen mereka yang bekerja dan dibayar dibawah UMP/UMK.
Belum lagi setelah
menghabiskan uang puluhan bahkan ratusan juta di jurusan tertentu ditambah
lowongan pekerjannya terbatas dan seandainya pun bekerja, terkadang terpaksa ditempatkan
yang sama sekali berbeda dari keahlian anda.
Ada yang awalnya kuliah
dibagian kesehatan tetapi malah bekerja sebagai marketing asuransi, lulusan
ekonomi akhirnya menjadi admin dan seterusnya. ,
Kedua,
trend dunia saat ini mulai berubah semenjak era indutri. Penggunaan tenaga
manusia mulai digantikan dengan tenaga mesin. Perebutan lowongan kerja bukan
hanya dengan sesame manusia tetapi juga dengan mesin.
Dulu kuda, kerbau, sapi
digunakan untuk membantu petani. Saat ini fungsi tersebut sudah digantikan oleh
mesin pembajak tanah dan mobil angkutan barang (Truck).
Dulu untuk memanen padi,
jagung, kedelai dan hasil lainnya melibatkan jutaan manusia. Saat ini fungsi
itu bisa digantikan oleh ribuan mesin.
Mesin tidak membutuhkan
rumah, makanan, pakaian, tempat yang luas, tempat wisata untuk menghibur diri,
mall yang besar, bahkan pemandiaan air panas.
Membuatnya sangat
digemari oleh perusahaan. Pengeluaran makin efisien, mengurangi beban mental
karena mengatur manusia,dan tentunya profit makin besar.
Seperti halnya baru baru ini Amazon menggunakan robot terbaru didalam gudangnya untuk memudahkan pemindahan barang dan tentunya lebih efisien, robot ini diberi nama Proteus.
Robot Terbaru dari Gudang Amazon Bernama Proteus. |
Ketiga,
Globalisasi melahirkan persaingan secara global. Ciri khas dari globalisasi
adalah semuanya menjadi tanpa batas. Penjualan barang antar negara menjadi
suatu hal yang biasa. apa yang menjadi trend di negara A akan mudah sekali
menyebar ke Negara B.
Arus informasi menjadi
tanpa batas membuat persaingan tanpa batas. Jika dulu kita harus pindah ke luar
negeri karena ingin bekerja di suatu perusahaan. Saat ini sangat memungkinkan
bekerja dari kamar tetapi perusahaan tersebut terletak diluar negeri.
Copywriter, web developer,
designer, columnist,merupakan beberapa pekerjaan yang memungkinkan bekerja
diperusahaan mana saja di dunia ini tanpa harus berpindah tempat. Cukup kerjakan
sesuai target yang diberikan, ditempat yang paling nyaman versimu, kemudian gajimu
akan dibayar.
Pekerjaan sebagai copywriter semakin banyak untuk membuat tulisan konten yang menarik, |
Ini juga menandakan bahwa
saat ini untuk menjadi pemenang kita harus menjadi yang terbaik dibidangnya
karena perusahaan bisa saja merekrut pekerjanya dari negara mana saja, yang
memiliki kemampuan terbaik.
Keempat, tanah adalah aset yang terus naik value dan harganya. Setiap tahun harga tanah akan naik, tanpa harus diolah, hanya didiamkan saja. Jika kita mau mengeluarkan sedikit effort, maka tanah tersebut bisa dijadikan lahan produksi aneka komoditas pertanian.
Uniknya setiap tahun
angka kelahiran makin tinggi, ini membuat makin banyak manusia yang harus diberi
makan. Tanpa makanan maka peradaban akan lenyap.
Memastikan pertumbuhan tanaman |
Untuk memahami pertanian anda tidak harus
bersekolah sangat tinggi, saat ini anda bisa mengikuti kursus yang harganya
puluhan ribu saja, atau bisa saja mencari petani yang bersedia menjadikan anda
pekerja harian.
Tinggal saja memilih
komoditas yang sesuai dengan kultur tanah dan iklim di daerah anda, biaya yang
ada miliki, kemampuan mengelola dan tingkat resiko yang bersedia anda terima.
Jadi sudah tahukan kenapa
menjual tanah untuk biaya pendidikan itu tidak masuk akal. Bagaimana
pendapatmu?
Posting Komentar untuk "Jangan Menjual Tanah Untuk Biaya Pendidikan"