Perjuangan Hasnawati Menuai Hikmah
Hasnawati Sedang Mengajar (Foto: Furqan) |
Pagi itu, mentari seakan-akan malu menampakkan
dirinya, rintikan hujan menyentuh perlahan mantel Hu Hasnawati. Kiri dan kanan
jalan masih terasa sepi, namun ia tetap dengan hati-hati mengendarai sepeda
motornya menuju sekolah tempat ia mengajar. Rasa khawatir menyelimuti
perjalanannya pagi itu, bila saja di sekolah hujannya deras, sudah dipastikan
ia tidak bisa mengajar. Namun alhamdulillah sekali, Setibanya di sana, hujan
sama sekali tidak turun di sekolahnya.
Hasnawati, merupakan perempuan kelahiran 19 September
1992 ia kerap di panggil dengan sebutan Hasna. Kesehariannya ia habiskan untuk
mengajar di Pesantren Al-Anshar, kebetulan disana ia menjadi guru matematika di
SMA Swasta Al-anshar.
“Saya mengampu mata pelajaran matematika dari kelas 1
SMA sampai dengan kelas 3 SMA,
keseluruhannya ada 5 ruang”, Ujar BU Hasnawati Disela-sela ia mengajar.
Baginya mengajar anak-anak di SMAS Al-Anshar adalah
pilihan hidup yang telah ia tentukan 5 tahun silam, Tepatnya ketika Al-Marhum Bapak Mustafa (ketua Yayasan juga pendiri SMAS Al-Anshar) masih
Hidup.
“Kala itu Al-marhum memiliki cita-cita untuk membangun
sekolah ini, dan saya merasa ingin mengambil bagian dari kerja kebaikan ini”,
Tambah Bu Hasnawati
Keputusan Suami
Diawal-awal pernikahan
kehidupan Hasna sangatlah sulit, dengan gaji hanya 160 ribu perbulan dan suami
belum memiliki pekerjaan tetap, membuat ia sempat goyah untuk melanjutkan
perjuangannya sebagai guru di SMAS Al-Anshar.
“ Kala itu, seakan-akan
semauanya sangat sempit, pengasilan sangat sedikit, suamipun masih bekerja
serabutan, tetapi di lain sisi saya harus mengajar anak-anak, dengan gaji yang
hanya 160 ribu, itu sangat berat untuk memenuhi operasional ke sekolah”
Pungkasnya sambil menangis tersedu-sedu.
Hasna mengambil jeda
karena tidak bisa berkat-kata lagi, kenangan masa itu sangat berbekas
dihatinya. Lalu ia melanjutkan bagaimana perjuangan suaminya mendukung ia untuk
tetap mengajar.
“Mungkin tanpa dukungan suami saya tidak berada disini lagi, setiap hari
ditengah ketidak cukupan, sang suami menyisihkan bagian dari
kebutuhannya, agar saya bisa mengajar ke sekolah,”, Hasna menghela nafas panjang.
Online
Shop
Tak mau menyerah dengan keadaan, Hasna menganbil inisiatif untuk
berjualan online, aneka kebutuhan wanita ia tawarkan melalui isntagaram,
facebook maupun kenalan yanag ada di kontak whatapps-nya. Semua ia lakukan agar
ia tetap mengajar anak-anak di SMAS Al-Anshar.
“Saya akan tawarkan semua daganagan saya mulai dari baju wanita, baju
anak, perlengkapan komsetik sampai dengan assessoeris, asalkan dapat sedikit
keuntungan yang nantinya bisa menutupi biaya operasional selama ke sekolah,
jadi tak aneh terkadang saya berangkat lebih pagi untuk mengantar pesanan pelanggan”, Ujar Bu Hasna.
Saya Teringat Perjuangan Almarhum Pak Mus
Banyak sih yang memepertanyakan kenapa saya Hasna bertahan mengajari di
SMAS Al-Anshar ini. Jika dilihat dari gaji mungkin jauh dari dari sekolah
lainnya, belum lagi pandangan orang lain terhadap sekolah swasta disini, pasti
kualitas sekolahnya terutama muridnya tidak sebanding dengan sekolah negeri
yang berprestasi. Dan juga akan berpengaruh pada tingkat pengembangan kapasitas
guru.
Bagi Hasna, Semangat bapak untuk memperjuangkan anak-anak prasejahtera
harus lebih diutamakan. Bapak mungkin telah tiada tetapi bagaimanapun caranya
cita-cita bapak tidak boleh redup. dan itu yang terus ia ingat.
“Saat pendirian sekolah ini, ghirah membantu anak-anak prasejahtera
selalu menghiasi setiap gerakan almarhum, saya termasuk yang sangat mengagumi
beliau, bahkan saya menganggap beliau sebagai bapak saya sendiri, setiap hari
ia berperan layaknya seorang ayah kepada putrinya, menanyakan bagaimana kabar,
menyakan kesulitan apa saja yag dihadapi, membawa aneka makanan untuk seluruh
guru, jadi baik saya maupun guru disini, tidak mungkin tidak melanjutkan
perjuangan bapak”, Hasna bercerita sambil menahan isak tangisnya yang hampir
tak terbendung lagi.
Bu Hasnawati Menangis Kala Mengenang Perjuangan Almarhum Bapak Mustafa (Foto: Furqan) |
Menuai Hikmah
“Tak banyak yang tahu bahwa saya menderita migran akut, setiap hari
kepala saya sakit sampai saya pasrah dan menganggap umur saya tidak akan lama
lagi”, Ujar Hasna
Penyakit yang dideritanya sudah cukup lama, tak ada hari denyutan
dikepala, ia mengisahkan sampai lupa bagaimana hidup tanpa rasa sakit.
“Waktu itu saya menganggap sakit
kepala adalah bagian dari hari saya, jangankan memikirkan beban hidup, hidup
biasa-biasa aja kepala saya bisa sakit” Tambahnya lagi.
Namun, ada satu kejaiban yang ia dapati, semenjak ia mengabdi menjadi
guru di SMAS Al-anshar, sakit kepalanya berangsur-angsur hilang. Ia merasa
mungjin itu adalah hikmah dari pengabdiannya kepada pesantren.
“Tidak ada relevansi secara ilmiah tentang ini, tetapi jujur migran saya
sekarang sudah hilang, jadi bisa dikatakan mungkin secara pendapatan disini
saya tidak banyak, tetapi saya sangat bersyukur penyakit saya yang takt ahu
kapan sembuhnya, telah sembuh tanpa harus mengeluarkan biasa sedikitpun, jadi
benar saja kalau kita mau membantu orang lain, allah akan membantu kita keluar
dari kesusahan”, tutup Hasna
Santunan Guru
Ia bersyukur di awal tahun ini, ACT yang langsung kunjungi oleh
President of Global Islamic Philantropy, Bapak Ahyuddin menyerahkan santunan
untuk guru yang ada di pesantren Al-Anshar.
“Syukur sekali hari ini Aksi Cepat Tanggap datang untuk mengunjungi
tempat kami, dan juga berbagi kecerian dengan kami, semoga dengan para sahabat
dermawan yang menitipkan santunan ini kepada kami, selalu diberikan Kesehatan
dan keberkahan hidup”, Ujar Hasna.
Menerima Santunan Guru Dari ACT Aceh ( Foto: Furqan ) |
Selanjutnya ia mengutarakan harapan kedepannya.
“ ya kalau bisa santunan seperti ini bisa terus berlanjut, setidaknya bisa
menutupi kebutuhan yang semakin hari makin besar saja” Tutup Hasna.
Posting Komentar untuk "Perjuangan Hasnawati Menuai Hikmah"