Mensyariahkan Bank Syariah
Beralihnya sistem bank konvensional menjadi syariah di Aceh menuai banyak pro dan kontra. Desas-desus tentang bagaimana nasib para karyawan bank, tidak stabilnya jaringan di beberapa ATM yang menjengkelkan para nasabah, sampai pada tudingan bahwa “tidak syariahnya” bank syariah karena alasan tingginya tingkat bagi hasil (margin) dibanding dengan bunga pada bank konvensional. Bentuk kekecewaan nasabah terhadap bank syariah juga melahirkan berbagai macam tudingan seperti bank yang sangat rakus (cari ’ap–mencari suapan) dan bank konvensional yang sedang berganti topeng. Singkatnya bank syariah dituding hanya menjadi beban bukan menjadi solusi bagi masyarakat.
Nah, jika kita kembali lagi pada trending topik
beberapa tahun lalu, bahwa tidak syariahnya bank syariah tepatnya Bank Aceh
Syariah, maka sangat layak saat ini kita bergerak untuk mensyariahkan bank
syariah dan saatnya “membumihanguskan” sistem bank cari ’ap.
Perbedaan Bank Syariah dengan Konvensional
Kembali lagi pada salah satu prinsip muamalah dalam
Islam bahwa Islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Surat Al-
Baqarah ayat 275). Riba bisa kita temukan dalam dua hal, yaitu riba dalam jual
beli dan riba dalam utang-piutang. Mari kita bahas satu per satu.
Riba dalam jual beli terjadi karena pertukaran antara
barang yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Barang tersebut
digolongkan dalam barang ribawi (emas dan perak atau uang, bahan pokok seperti
beras, jagung, gandum dan bahan tambahan lainnya seperti sayuran dan
buah-buahan).
Sedangkan baru dikatakan riba dalam utang-piutang jika
sejumlah uang yang dipinjamkan harus dikembalikan dengan jumlah yang lebih
besar. Nah, riba dalam bentuk ini yang menyebabkan bank konvensional mengandung
riba dalam setiap transaksinya. Sehingga oleh pakar ekonomi Islam melarang
penggunaan sistem ini dalam kegiatan muamalah.
Lalu bagaimana dengan bank syariah? Bukankah selama ini setiap bentuk pinjaman yang nasabah lakukan selalu harus mengembalikannya lebih besar ketimbang pokoknya? Sebenarnya di sinilah letak benang merah yang membuat bank syariah sering dituding tidak syariah alias hanya berganti nama tetapi tidak dengan sistem.
Pertama, yang perlu kita pahami bahwa Allah
mengharamkan riba tetapi membolehkan jual beli. Kedua, dalam sistem bank
syariah nyatanya tidak menggunakan akad pinjaman, tetapi menggunakan akad jual
beli (murabahah) untuk pembiayaan usaha, akad investasi (mudharabah dan
musyarakah) dan akad titipan (wadiah) bagi nasabah yang ingin menyimpan uang.
Jadi, ketika nasabah ingin mengajukan penambahan
modal, maka pihak bank akan membelikan barang apa saja yang kita ajukan, lalu
pihak bank mengambil keuntungan sesuai kesepakatan dari barang yang telah
dibeli dari supplier dan dijual kembali kepada nasabah. Beginilah akad
murabahah atau jual beli yang diterapkan oleh bank syariah. Seandainya kita
menyamakan dengan sistem yang diterapkan oleh bank konvensional di mana
memperdagangkan uang, maka sama saja kita menyamakan sesuatu yang haram dengan
yang halal atau kita telah mencoba mengharamkan jual beli barang.
Ilustrasi lainnya seperti dalam perkara pernikahan. Di
negara-negara yang warganya terbiasa dengan perilaku hidup bebas bahkan bisa
serumah dengan pasangannya layaknya suami istri tanpa menikah. Sementara dalam
Islam, agar laki-laki dan perempuan bisa hidup bersama (serumah) diperbolehkan
setelah adanya akad nikah. Lalu, apakah kedua pola ini bisa disamakan karena
toh secara kasatmata terlihat sama? Kuncinya adalah pada akad.
Bank Syariah Mahal Bahkan Mencekik Nasabah?
Justru sesuatu yang menyelamatkan dunia akhirat itu
mahal. Ya, jika kita hanya mementingkan kemudahan di dunia berarti kita belum
siap dengan keselamatan di akhirat dan perjuangan mensyariahkan sistem ekonomi
kita . Itulah jawaban yang tepat untuk saat ini.
Walaupun demikian, ada beberapa hal yang patut kita
sadari jika bank syariah cenderung terkesan mahal (untuk saat ini penulis belum
bisa memastikan 100% bank syariah itu lebih mahal ketimbang bank konvensional).
Pertama, dari segi permodalan tentunya bank syariah
seperti BSI masih kalah dibanding dengan BRI, BCA dan bank buku IV lainnya.
Kedua, dari segi DPK (dana pihak ketiga) meliputi dana
dari tabungan nasabah, giro maupun deposito. Bank syariah baru memiliki
kemampuan memberikan pembiayaan yang ringan jika para nasabah banyak menyimpan
uangnya dalam bentuk tabungan (akad wadiah), karena ini merupakan dana murah
bagi bank. Berbeda jika kita banyak yang menyimpan uang dalam bentuk deposito
dan giro, ini termasuk dana mahal karena pihak bank wajib memberikan bagi hasil
yang lebih tinggi dari tabungan dari aktivitas penggunaan uang nasabah. Jika
kita menginginkan bank syariah memberikan pembiayaan yang ringan maka kita
harus bersama-sama membantu bank untuk menyediakan dana murah, yaitu tabungan.
Ketiga, dari segi dana pihak kedua, yakni bank syariah
mendapat pinjaman dari bank lainnya. Otomatis bank harus berbagi keuntungan
dengan pihak lain. Keempat, dana operasional yang terlalu tinggi, apalagi di
titik ini bank harus mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk perubahan
sistem, upgrade peralatan, meningkatkan SDM, pengenalan produk, dan sebagainya.
Lalu apakah bank syariah mampu menyediakan pembiayaan
yang setara bahkan lebih murah dibanding bank konvensional?
Penulis akan menjawab bahwa hal itu sangatlah mungkin
bahkan jika semua elemen bersatu, bank syariah bisa menyalurkan pembiayaan
supermurah. Dengan memanfaatkan instrumen wakaf uang (wakaf produktif). Jadi
ini hanyalah masalah waktu dan keistikamahan kita dalam mendukung bank syariah.
Mari Bergerak Mensyariahkan Bank Syariah
Idealnya bank syariah memang harus syariah dari sisi
pelayanan, transaksi, dan juga lebih membantu mereka yang membutuhkan
pembiayaan. Dari pengamatan penulis, dalam menjalankan kinerjanya seperti
penghimpunan dana, pembiayaan, dan pelayanan bank syariah sudah sesuai dengan
syariah. Mungkin yang menjadi pertanyaan besar selanjutnya bisakah bank syariah
lebih ringan dan kalau bisa melebihi bank konvensional sehingga tidak
memberatkan para nasabah.
Dalam hal ini penulis mengajak masyarakat untuk
berjuang bersama mewujudkan bank syariah yang ideal menurut kita saat ini.
Adapun yang harus kita lakukan ke depannya, yaitu: pertama, memindahkan uang
jika masih disimpan di bank konvensional ke bank syariah dan sebaiknya menggunakan
akad wadiah (tabungan).
Kedua, baitul mal dan lembaga yang bergerak lainnya di
bidang wakaf mulai memperkenalkan wakaf uang (wakaf produktif) dan nantinya
bisa digunakan oleh bank untuk membantu pembiayaan nasabah mikro. Tentunya
model seperti ini, penulis sangat yakin akan lebih ringan dari bank lain karena
bank memakai dana wakaf .
Ketiga, masyarakat wajib membeli saham bank syariah
minimal satu lot, supaya permodalan bank syariah lebih kuat dan tentunya kita
memiliki bagian sebagai pemilik. Dengan begitu tidak ada lagi kalimat sindiran
yang selama ini kita dengar bahwa walaupun bank sudah syariah, tetapi modal
dari bank tersebut tetaplah dari bank yang tidak syariah.
Ini juga jalan yang bijaksana bagi orang yang suka
mengkritik bank syariah tetapi tidak memiliki solusi. Toh Ustaz Yusuf Mansur
beserta jemaahnya telah membuktikan jiwa kesatrianya dengan memborong saham
Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) tempo lalu.
Perjalanan Baru Dimulai
Bagi penulis, perjalanan menuju sistem perbankan
syariah baru saja dimulai, banyak hal yang harus kita benahi. Tentu saja
dibutuhkan semangat yang kuat, pengorbanan, dukungan semua pihak untuk
mewujudkannya. Dan jangan berharap banyak jika kita semua hanya menjadi
penonton dan pengkritik tanpa solusi. Ibarat kata pepatah Aceh kuah beuleumak,
ue bek beukah (kuahnya harus lemak, tapi tidak pakai kelapa). Apa pun kebijakan
atau keinginan pasti ada rintangan yang terkandung dalam proses menuju tujuan.
Jadi mewujudkan perbankan syariah tidak semudah menulis lembaran kajian
ekonomi, tidak semudah retorika di mimbar dan tidak semudah diskusi lebar di
warung kopi.
Oleh karena itu, mari mengambil peran dan beban sesuai
dengan kemampuan. Semoga bank-bank syariah mampu mewujudkan kesejahteraan dunia
dan akhirat.
Penulis adalah petani dan alumnus Perbankan Syariah IAI Almuslim Aceh.
Demisioner Kajian dan Strategi Cabang HMI MPO Bireuen
Tulisan ini telah tayang di AcehTrend
Posting Komentar untuk "Mensyariahkan Bank Syariah"