Bank Syariah: Mengupas Riba Dalam Pinjaman
Beberapa hari yang lalu penulis kembali menghadapi pertanyaan yang sama tentang apa perbedaan bunga yang dipakai bank konvensional dengan margin yang dipakai bank syariah.Dari hasil paparan beberapa masyarakat,bunga dan margin keliahatan sangat sama bahkan tidak ada bedanya.Oleh karena itu menjawab pertanyaan tersebut sangat diperlukan agar masyarakat tidak bimbang dengan upaya islamisasi atau syariatisasi sektor perbankan yang dilakukan oleh pemerintah dan ulama,apalagi beberapa ekonom non muslim turut percaya pada Bank Syariah dengan sistem margin seperti Mark Anielski penulis buku economic of happiness (ekonomi kebahagian).
Pada dasarnya riba sendiri secara garis besar terbagi dalam dua jenis yaitu riba pinjaman (qard) dan riba jual beli (buyu’).Upaya memperhatikan perbedaan kedua riba tersebut sangat penting karena ini berkaitan dengan halal dan haramnya sebuah transaksi.
Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis membagi kedalam tiga bagian.Pertama berisi konsep dasar riba pinjaman dan solusinya.kedua,konsep riba jual beli dan solusinya dan bagian ketiga penggunaan bai mu’ajjal atau jual beli dimana harga barang dengan cicilan lebih besar dibanding harga cash.
Konsep Riba Pinjaman
Riba pinjaman (qard) adalah riba yang sering digunakan oleh bank konvensional.Prinsip utama riba ini adalah meminjamkan uang dengan pengembalian melebihi pokok pinjaman dikerenakan perbedaan waktu.Bank konvensional dengan konsep time value of money (nilai waktu dari uang) menganggap bahwa nilai waktu setiap orang itu sama sehingga saat nilai waktu dimasukkan dalam pinjaman akan melahirkan biaya tambahan/bunga dari setiap kredit yang diberikan kepada nasabah,bunga ini bersifat tetap dan ditentukan di awal /fix and predetermined (Adiwarman dan Oni :24).
Sedangkan dalam konsep muamalah,Bank Syariah memakai konsep economic value of money dimana nilai waktu seseorang sangat tergantung bagaimana tingkat produktivitas dan efektivitas dalam bekerja sehingga setiap orang mempunyai nilai waktu yang berbeda.Saat konsep ini dimasukkan dalam pinjaman akan menghasilkan akad bagi hasil /profit sharing atau juga disebut mudharabah.Berkaitan dengan akad qard/pinjaman tidak dibenarkan penambahan melebihi pokok pinjaman karena akad pinjaman bersifat tabarru’ (kebaikan) bukan buyu’(jual beli).
Pada dasarnya keharaman bunga bank atau riba disebabkan oleh Al-ghunmu (untung) muncul tanpa adanya al-ghurmu (risiko),hasil usaha (al-kharraj) muncul tanpa adanya biaya (dhaman) atau dengan kata lain ghunmi dan al-kharaj muncul karena berjalan waktu (adiwarman dan Oni :6).Atau dengan kata lain juga gain profit without taking risk (mendapat keuntungan tanpa menanggung resiko).
Untuk terhindar dari jenis riba ini dapat dilakukan dengan dua hal pertama tidak menetapkan biaya pinjaman/tambahan pengembalian,kedua dengan menggunakan akad bagi hasil/mudharabah dimana kedua belah pihak sama-sama menanggung resiko dan keuntungan (Adiwarman dan Oni :24).
Contoh Kasus
Misalnya Si A ingin membeli mobil sehargag 300 juta dengan spesifikasi yang telah ditentukan.Calon nasabah bisa mengajukan pembiayaan kepada Bank syariah dengan menggunakan akad murabahah.Nah disini bank akan membeli mobil dengan spesifikasi yang telah diajukan lalu mobilnya akan diserahkan kepada nasabah.Karena bank melakukan akad bisnis maka dibenarkan bank menjual dengan sedikit lebih mahal dari harga showroom sebagai keuntungan bank.Seandainya bank mengambil keuntungan atau margin 10 % dari transaksi tersebut maka nasabah akan membayar sekirar 330 juta dengan besar cicilan yang disepakati setiap bulannya.
Dalam jual beli setiap perusahaan pasti akan memperhitungkan berapa keuntungan atau margin dari produk yang dijual.Misal seorang penjual barang elektronik berupa hp pasti didalam harga yang dijual ke pelanggan/pembeli sudah termasuk besar keuntungan yang ingin didapat oleh penjual bisa 5 persen atau bahkan 10 persen .Sampai disini menurut penulis Bank Syariah telah melaksanakan fungsinya dengan baik dan sesuai dengan syariah.
Dalam praktiknya Bank Syariah juga melakukan pembiayaan terhadap usaha dagang.Setiap nasabah pembiayaan akan diminta oleh bank memberikan list kebutuhan barang yang akan dibiyai atau di beli yang selanjutnya akan dituangkan dalam PO (Purchase Order/Pesanan pembelian).Nah disini Bank akan membeli barang keinginan nasabah dan bank akan menetapkan berapa keuntungan atau margin dari akad jual beli yang dilakukan,misalnya 8% dari harga barang yang dibeli.Dari sini kita dapat melihat bahwa bank sebetulnya menerapkan akad murabahah dalam melaksanakan tugas pembiayaannya dan secara syariah sejauh yang diketahui penulis dibolehkan untuk mendapatkan keuntungan atau margin dari transaksinya.
Berbeda lagi dengan bank konvensional yang memberikan pinjaman berupa uang yang nantinya nasabah harus mengembalikan uang lebih dariyang dipinjam.Akad yang digunakan adalah akad pinjaman (Qard) bukan jual beli dimana transaksinya berupa uang bukan barang.Singkatnya jika dalam pinjaman, uang menjadi objek transaksi sedangkan dalam jual beli baranglah yang menjadi objek akadnya.Dalam islam uang tidak boleh/haram diperjual belikan tetapi barang sangat boleh untuk diperjualbelikan.
Perbedaan antara bunga/interest dangan margin terletak pada cara transaksinya.Jika bunga berasal dari keuntungan pinjaman uang sedangkan margin berasal dari keuntungan dari bagi hasil (dalam akad investasi seperti mudharabah,musyarakah) dan jual beli (murabahah)
Intinya riba telah melanggar kaidah “kullu qardhin jarra manfa’atan fahua riba” (setiap pinjaman yang memberikan manfaat (kepada kreditor) adalah riba (adiwarman dan Oni :7).
Referensi
1.https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-aset-bank-syariah-tumbuh-2065-per-februari-2018
2.Ir.Adiwarman A.KArim ,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P. dan Dr.Oni Sahroni.M.A. Riba Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah Analisis Fikih & Ekonomi,Edisi 1 cetakan 2,Jakarta :Rajawali Pers,2015
3.Dr.Muhammad,M.Ag,Manajemen Bank Syariah,UPP STIM YKPN,cetakan kedua,Maret 2011
Posting Komentar untuk "Bank Syariah: Mengupas Riba Dalam Pinjaman "