Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Dampak Kebiasaan Menanam Bagi Kehidupan

Sumber Foto Unplash

Bagi kami yang tinggal di desa, menanam pohon dan beberapa jenis sayuran adalah kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun. Dengan lahan yang ada kami mencoba memanfaatkan dengan baik. Kebiasaan ini secara tidak sadar, telah membangun cara hidup yang lebih mandiri.


Ada satu motto yang terus saya ingat yaitu" Meunyo han ek tablo, ta tanom keudro", Ini adalah salah kata-kata yang sering diucapkan nenek saya semasa almarhumah masih hidup.

Dalam bahasa Indonesia bisa kita terjemahkan begini 'Jika tidak sanggup membelinya, maka tanamlah sendiri', dengan pegangan itu kita sangat tidak dianjurkan memakai motto " Jika tidak sanggup membelinya, maka memintalah"


Maka tidaklah aneh bagi orang yang menerapkan moto hidup tersebut akan terus- menerus menanam dan merawat pohon yang sudah ada. Oleh karenanya hampir setiap jengkal tanahnya paling kurang berisi kebutuhan dapur, yang paling mudah kita temui misalnya singkong, nantinya dipakai daunnya untuk sayuran, dan buahnya untuk cemilan, bisa jadi ubi rebus atau kripik, pepaya khusus diambil bunganya  "bungong putek" dan pepaya untuk diambil buahnya, yang sudah matang sebagai pembuka sebelum makan dan bisa juga diambil buah yang masih mengkal untuk dijadikan salah satu bahan masakan daerah kami seperti kuah pliek, kuah masang keueung, dan sebagainya.


Menanam pohon melinjo, untuk diambil buah dan daunnya, nangka, jeruk nipis, jeruk purut, pohon belimbing, pohon kelapa, tentunya  tidak boleh ketinggalan adalah cabe rawit dan rebung kala/ kecombrang.


Nah itu beberapa tanaman yang wajib ada di setiap rumah, jadi tidak aneh jika rumah kami sangat padat dengan pohon. Dalam pandangan budaya Aceh misalnya, keluarga yang memiliki minimal tanaman diatas  pasti dilabeli dengan orang rajin  atau dalam bahasa Aceh disebut "urueng jeumet". 

.............

Mungkin bagi setiap orang punya pribahasa dalam bahasa Aceh yang menunjukkan ajaran menanam sendiri. Kebiasaan hidup mandiri yang kami lakukan, membuat kami setiap hari sibuk menanam, tidak ada hari tanpa menanam atau setidaknya merawat pohon yang sudah ditanam. Karena merawat pohon agar bebuah lebih sulit ketimbang menanamnya. Disinilah semuanya ditentukan, bibit yang baik dengan perawatan yang baik akan menghasilkan buah yang baik dan sebailknya.


Dengan menanam kebutuhan sendiri, membuat kami tidak harus mengeluarkan uang untuk membeli buah dan sayur diatas, nah dengan demikian pengeluaran bisa di hemat. Ada lagi yang menarik, aneka buah dan sayuran itu juga dibagikan ke tetangga. Para tetangga juga melakukan hal yang sama berbagi buah dan sayuran yang dia punya, bayangkan hari ini kita berbagi buah mangga kepada tentangga kita juga akan mendapat buah yang lain. Artinya dengan satu pohon saya yang seharusnya hanya bisa menikmati satu jenis buah tetapi dengan berbagi kita biasanya mendapat jenis buah yang lain. 


Selebihnya buah dan sayur biasanya akan dijual ke toko kelontong atau pasar buah  terdekat, baik yang berada di desa sendiri ataupun di desa tetangga bahkan bisa juga ke pasar yang ada di kecamatan.


Disana ada pedagang yang mencari penghidupan dengan berjualan hasil bercocok tanam petani. Padahal awalnya tanaman itu ditanam untuk kebutuhan sendiri karena memang panennya banyak maka dibawa ke pasar. Makanya motto "jika tidak sanggup beli maka tanamlah sendiri" memiliki nilai ekonomi yang sangat baik.


Dari motto kecil ini membawa dampak bagi pemenuhan dapur sendiri, beberapa tetangga sekitar juga turut menghidupi para pedagang di pasar. 

.....……..

Sudah beberapa minggu ini, setiap 3 hari sekali kita rutin mengkonsumsi jus sirsak. Sirsak yang saya tanam itu jenis sirsak ratu, rasanya lebih manis, tekstur dagingnya lebih lembut. Sangat nikmat jika ditambahin sedikit es batu dan ditemani sepiring nasi lemak.


Buah sirsak perdana di kebun kami (Meusigrak Integrated Farm)


Sirsak yang saya tanam sekitar 20 batang, lumayan banyak untuk kapasitas keluarga kami yang hanya berjumlah 4 orang , dulunya saya memesan di salah satu penyedia bibit secara online setelah membaca keunikan buah sirsak ini. Memang pada awalnya saya berfikir untuk menjual buah sirsak, setidaknya cukup untuk biaya kebutuhan sehari-hari. Tetapi niat itu saya urungkan karena saya berfikir ini masih tahap penelitian, kita tidak tau apakah sirsak ini akan berbuah atau tidak. Yang paling penting saat itu saya kembali ke motto awal "jika tidak sanggup membeli ya tanam sendiri". Jadi saya menanam untuk stok buah di rumah.


Setelah sedikit jenuh dengan jus sirsak, ibu saya mulai memberikan ide agar sirsak dijual saja sebagiannya. Karena tidak mungkin kita terus-menerus minum sirsak apalagi kemarin baru saja panen 4 sirsak sekaligus. 


Setelah didiskusikan di meja makan, saya dan ibu sepakat menjual sirsak, tetapi pertanyaan selanjutnya kemana akan dijual, usulan pertama kita bawa saja ke Pasar buah di Kecamatan sebelah, yaitu pasar buah yang ada di Kecamatan Peusangan tepatnya di kota MatangglumpangDua. Usulan kedua kita jual ke pedagang jus buah yang biasa mangkal di pinggiran jalan raya dan kampus. 


Nah, keesokan harinya, kebetulan sekali kami kedatangan saudara dekat, ibu saya memberikan hadiah berupa sirsak, sontak dia berkata " saya punya toko kecil untuk jualan buah, biasanya saya menjual buah-buahan hasil petani sekitar" nah disinilah kehebohan terjadi. Ibu saya langsung menawarkan untuk membantu penjualan sirsak ratu kami. 


Saya dipanggil oleh ibu saya untuk memetik buah sirsak, tetapi sayangnya saya belum mengenal dengan baik ciri buah sirsak yang sudah bisa dipanen, akhirnya saya menyerahkan ke saudara tadi, kebetulan beliau ibu-ibu seumuran dengan ibu saya " silahkan saja  dipetik, dan dijual karena saya kurang tau ciri-ciri buah sirsak yang bisa dipanen" ujar saya.


Tak lama kemudian yang awalnya saya pikir tidak ada yang bisa dipanen, si ibu tadi langsung meminta karung besar dan diisi dengan 15 buah sirsak yang berukuran sedang dan besar.  


Semua buah sirsak tersebut dijual dengan sistem bagi hasil, artinya saudara saya tidak membeli dengan cash tetapi dia menjual lalu jika laku maka kita berbagi hasil biasanya 70 persen untuk petani dan 30 persen untuk penjual. Nah dengan metode demikian pedagang tidak takut jika ada buah yang busuk lalu merugi sehingga buah bisa dijual dengan harga yang lebih murah.


Kalkulasi sederhana jika dalam 15 buah sirsak dengan harga 10 ribu maka total modal yang harus dikeluarkan si ibu tadi adalah 150 ribu, jika kita asumsi buah akan membusuk 10 persen saja maka 15 ribu menjadi beban bagi penjual. Dan modal satu buah menjadi 11.500. 


Jika kita menggunakan metode bagi hasil penjual bisa menjual dengan modal 10 ribu perbuah seandainya kita asumsikan buah busuk 10 persen maka itu akan ditanggung oleh petani.


Apakah petani merugi?  Secara kalkulasi tadi jelas penjual dan pembeli diuntungkan karena si penjual bisa menjual buah dengan harga murah yaitu 10.000 sedangkan pembeli memberi dengan harga yang murah juga.


Biasanya buah yang diperkirakan akan membusuk atau tidak bisa dipakai lagi akan dikembalikan ke si petani atau disedekahkan ke oranglain dengan begitu di petani telah mendapat nilai sosial karena berbagi. 


Atau dengan kata lain anggap saja pemberian buah yang kurang bagus sebagai bonus atas kesediaan pembeli atau pelanggan membeli buah di toko tersebut. Dengan demikian makin banyak yang membeli maka makin banyak hasil panen petani yang bisa dijual di toko tersebut.


Terkadang juga buah yang kualitasnya tidak terlalu baik akibat  masa penyimpanan yang lama ini akan dijual dengan harga lebih murah. Alih-alih dibiarkan membusuk lebih baik dijual dengan harga murah. 


Teknik menjual dengan harga murah seperti yang saya sebutkan diatas  sebenarnya bukanlah hal yang baru, kita sering menjumpainya ketika membeli suatu produk secara online misalnya. Ada beberapa toko yang menawarkan barang dengan harga diskon karena barang tersebut harus diganti dengan barang baru. Apalagi berkaitan dengan dunia fashion, perusahaan pasti akan menjual dengan harga diskon yang tinggi asal barang yang lama bisa dijual secepatnya sehingga barang produksi yang baru bisa segera dilepas ke pasar.


Bayangkan jika semua pasar kecil yang ada didesa menerapkan sistem bagi hasil dan juga dalam saat yang bersamaan selalu berbagi, tidak ada lagi buah yang awalnya bagus lalu dibiarkan membusuk, ikatan si pembeli dengan penjual makin erat, ikatan si petani dan penjual juga pembeli terus terjaga.


Ada satu lagi yang menarik, kebiasaannya si pembeli selalu menanyakan siapa yang menanam buah atau sayur ini? bagaiamana perasaan si pembeli jika tau bahwa buah yang dikonsumsi sangat enak apalagi ketika membeli buah dengan kualitas baik terus si pembeli juga dihadiahi buah yang kurang baik karena ditakutkan akan terbuang dan busuk begitu saja. Pasti semua akan menjadi bahagia.


Begitulah keindahan yang kita dapatkan jika membiasakan diri menanam buah dan sayuran. Selain bisa di konsumsi sendiri, dan berbagi kita juga turut membahagiakan pedagang dan pembeli. Jika semua bahagia pasti hidup akan terasa damai.
FURQAN
FURQAN Hobi menanam dan beternak secara organik. Berkeinginan mewujudkan sistem ekonomi yang berkelanjutan.

Posting Komentar untuk "Dampak Kebiasaan Menanam Bagi Kehidupan "